Monday, January 21, 2013

The Diary Of A Novice Teacher

Bismillah...
Waktu awal mengajar, begitu banyak kesan yang mendalam. bukan karena banyak berbagi ilmu, justru saya yang mendapatkan ilmu dari anak-anak. mereka mendidik saya untuk bersabar, berkasih sayang dan terus belajar. ketika hari pertama resmi dinyatakan beraktivitas 'mengajar', ada hal yang luar biasa yang bisa saya ambil hikmahnya.
 
Pagi itu, saya mengajar sebagaimana yang diajarkan ketika di sekolah tempat saya berkuliah. beberapa jam kemudian, saya dan teman saya bergantian mengajar atau rolling, posisi saya sebagai guru pendamping dan teman saya sebagai guru yang mengajar di depan kelas. tugas saya adalah mengawasi pekerjaan anak, mengkondisikan peserta didik dan menilai hasil pekerjaannya.
Basa Sunda menjadi pelajaran pertama bagi kelas 2A. Setelah selesai menerangkan pelajaran, anak-anak mulai mengerjakan tugas yang telah diperintahkan. ketika saya mulai berkeliling untuk melihat pekerjaan mereka, nampak seorang anak dengan serius dan tekun menyalin contoh dan soal-soal yang ada pada buku paket, sementara anak-anak yang lain sudah mencapai nomor terakhir. hal yang membuat saya cukup heran, dia menulis dari contoh-contohnya, padahal tidak diperintahkan untuk menulis contohnya, karena sudah tertera dibuku paket. namun, pada saat itu anggapan saya mungkin karena anak ini tergolong anak yang rajin.

Karena sudah menjadi tugas saya untuk mengecek setiap pekerjaan anak, saya mencoba untuk kembali menjelaskan sedikit dari tugas yang diberikan. ketika saya menanyakan jawaban nomor pertama untuk memastikan bahwa dia mengerti dengan soalnya, anak tersebut selalu menjawab dengan jawaban yang terdapat pada contoh. kemudian saya coba menanyakan nomor dua, voila! hasilnya pun tetap sama. dia masih menjawab soal nomor dua dengan jawaban di contoh. 
Kemudian saya mulai mengecek kemampuan membacanya, dan ternyata anak ini belum bisa membaca. muncul rasa haru dalam diri saya, kelas 2 SD belum bisa membaca. bahkan ketika saya tanyakan tentang huruf-huruf alfabet, dia samasekali belum hapal. sesuatu mulai meleleh di pipi saya kemudian saya merangkul anak itu, memberikannya semangat untuk terus belajar dan menghapal huruf-huruf alfabet. wajahnya begitu polos dan lugu, tidak nampak padanya wajah gurat-gurat yang sering menumpahkan emosi, yang terlihat hanya ketenangan.

Saat pulang pun tiba. setibanya di rumah, saya berbincang-bincang dengan Ibu saya yang bekerja di instansi pendidikan. Meskipun bukan seorang pengajar, saya berniat untuk menceritakan pengalaman saya pada Ibu saya, ketika saya berhadapan dengan anak kelas 2 yang samasekali belum bisa membaca sehingga membuat air mata saya meleleh. 
Sebelum saya melaksanakan niat saya untuk bercerita, Ibu saya terlebih dahulu bercerita. beliau menceritakan pengalaman temannya yang seorang pengajar hari itu. Ibu saya begitu terkejut, ketika ada seorang anak sulit untuk menyerap pelajaran matematika bahkan untuk sekedar pertambahan, setelah ditelisik ternyata anak itu belum bisa membaca, dan tahukah dia kelas berapa? ya, dia kelas 2 SMP. semenjak itu, ada rasa syukur yang menelusup ketika mengingat anak didik saya tadi.
Mungkin jika saja saya berada pada posisi teman Ibu saya, air mata saya tidak henti-hentinya meleleh. anak yang sudah di didik di sekolah selama bertahun-tahun belum bisa membaca, itu luar biasa. karena ketika hal dasar itu belum bisa dimiliki, maka anak itu telah banyak kehilangan kesempatan untuk banyak menyerap pengetahuan, wawasan dan harta tak ternilai yakni ilmu yang bisa didapatkan melalui membaca.

Jika saya berpandangan lebih luas lagi, diluar sana bahkan banyak orang dewasa dan lansia yang buta aksara. oleh karena itu, inilah kesempatan kita untuk membantu mereka belajar, mengabdi pada negara dengan kerelaan kita mengajar ditempat-tempat terpencil yang tak tersentuh pendidikan. memberi manfaat pada orang-orang yang membutuhkan kebermanfaatan kita. karena, 'sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia' (H. R. Ath -Thobroni & Daruquthni).

No comments: