Wednesday, June 16, 2010

POTRET BURAM PENDIDIKAN INDONESIA

Pemerintah menyatakan bahwa 20% Anggaran negara dilimpahkan untuk membangun pendidikan di Indonesia. Belum lagi diperkuat dengan adanya UU Pendidikan bahwa setiap warga Indonesia berhak mendapatkan pendidikan. Namun, realisasi itu semua hanya ada dalam dunia maya. Terbukti dari jutaan anak Indonesia hanya segelintir yang mampu mengecap bangku kuliah, bahkan tak sedikit masyarakat Indonesia yang sama sekali belum pernah merasakan pendidikan formal. Hal ini menimbulkan terbentuknya suatu opini publik yang beranggapan bahwa pemerintah sudah tidak peduli lagi akan nasib pendidikan masyarakat Indonesia

Hal ini dirasa sangat berat ketika masyarakat yang ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi negeri harus dihadapkan dengan persyaratan tertentu yang sering kali melibatkan kemampuan anak dalam hal keuangan. Perguruan tinggi negeri saat ini banyak membuka jalur – jalur khusus untuk memudahkan calon mahasiswanya diterima di perguruan tinggi tersebut dengan persediaan quota yang cukup besar melalui jalur khusus.

Sungguh ironis, ditengah maraknya kesadaran masyarakat tak terkecuali masyarakat berpenghasilan rendah, akan kebutuhan pendidikan, kini harus dipersulit dengan adanya penarikan iuran bangunan yang nominalnya tergolong tidak sedikit, bahkan dirasa sangat tinggi bagi masyarakat kurang mampu. Apakah ini adalah salah satu indikasi lepasnya campur tangan pemerintah terhadap dunia pendidikan?. Ketika orang – orang berpenghasilan diatas rata – rata berlomba memperbesar uang sumbangan agar dapat diterima di perguruan tinggi negeri yang bergengsi. Walaupun tidak sedikit perguruan tinggi negeri terutama ikatan dinas yang masih mengutamakan kemampuan akademis dibanding kemampuan finansial calon mahasiswanya.

Sayangnya masalah ini tidak terhenti hanya disitu, setelah duduk di bangku kuliahpun, Terkadang lebih dipersulit lagi. Praktik KKN kerap kali merajalela di wajah pendidikan Indonesia. Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai keperguruan tinggi. Hal ini sudah terjadi secara turun temurun bahkan menjadi warisan orang terdahulu untuk bebas melakukan praktik - praktik kecurangan. Mahasiswa sering dilibatkan dalam sekelumit persoalan yang semestinya tidak dialami oleh mahasiswa. Seperti masalah administrasi, akademis dll. Hal ini menambah beban bagi mahasiswa yang kurang mampu. Istilah Diskriminasi tidak hanya terjadi pada bangsa, suku/ras seperti halnya terjadi pada saat politik Apartheid digalakkan di Afrika. Di zaman modern istilah ini cocok digunakan di dunia pendidikan Indonesia.

Yang seharusnya terjadi adalah setiap warga Indonesia hanya perlu mempersiapkan kemampuan diri untuk mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi bukan hanya kemampuan finansial yang diutamakan. Hak – hak warga Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang layak sering kali dibatasi di negeri yang kaya akan SDA dan SDM ini. Seharusnya tidak ada istilah sekolah bayar, bilamanapun itu ada, masyarakat hanya perlu membeli media – media pendidikan seperti buku, alat tulis dll. Tidak dibebani dengan iuran, sumbangan dll. Sudah selayaknya Pendidikan menjadi tanggung jawab negara dan hak bagi warga Indonesia tanpa terkecuali.

No comments: