Belajar,
berilmu, beramal merupakan siklus yang sejatinya dijalani manusia ketika ingin
ditinggikan derajatnya oleh Alloh. Tiga
hal tersebut dibungkus oleh pengalaman. Setiap pengalaman yang dialami pasti
memiliki makna tersendiri jika kita mampu memetik hikmah dari pengalaman
tersebut. Salah satu pengalaman berharga yang saya dapatkan sehingga ketiga hal
tadi mampu saya sempurnakan adalah bertatap muka langsung sembari berguru
dengan seorang penulis Indonesia dengan karya-karyanya yang fenomenal, dialah mas
Tasaro GK. Penulis yang telah menelurkan siroh
nabawiyah dalam kemasan novel.
Kegiatan
pembelajaran menulis itu merupakan salah satu dari rangkaian acara silaturrohim
komunitas kepenulisan dengan nama TARAJE, suatu nama yang memiliki arti
filosofis mendalam didukung pula oleh kelompok Antitesa. Acara intinya yakni
pemaparan langsung mengenai tips menulis karya fiksi oleh mas Tasaro. Menurut beliau,
tulisan fiksi dalam ranah visual adalah film. Penulis yang menulis karya fiksi
harus mampu berakting menjadi orang lain ketika menggambarkan suatu tokoh dalam
tulisan.
Penikmat film
dapat merasakan langsung hal-hal yang dialami tokoh dalam film karena tergambar
jelas, namun dalam tulisan tidak semua pembaca dapat memahami ataupun merasakan
jelas sesuatu yang dialami tokoh dalam tulisan fiksi. Kondisi ini bergantung
dengan cara penulis mendeskripsikan tulisannya sehingga pembaca seolah-olah
merasakan segala sesuatu yang diceritakan dalam tulisan tersebut. Oleh karena
itu, ketika menulis fiksi hal terpenting yang tidak boleh diabaikan seorang
penulis yakni penginderaan. Karena kekuatan penginderaan dalam kepenulisan akan
membawa pembacanya ke dunia rekaan penulis.
Indera yang
telah kita ketahui secara pasti yakni penglihatan, pendengaran, pengecap,
perasa dan pencium. Namun, dalam menulis fiksi ada satu tambahan indera lagi,
yakni indera koneksi. Teori ini disebut five
sense plus one. Dalam indera koneksi ini penulis sejatinya mampu menghubungkan
segala sesuatunya kedalam tulisan.
Mas Tasaro
meminta kami untuk memaksimalkan kelima indera untuk dituangkan dalam bentuk
tulisan sebanyak-banyaknya dengan melakukan observasi di bukit daerah
Jatinangor. Kemudian tahap selanjutnya menghubungkan atau mengkoneksi dengan
menganalogikan segala sesuatu yang telah kami tulis dengan sesuatu yang terjamah,
sering dan rutin dialami. Sebagai contoh indera pendengaran yang dicetuskan
oleh sahabat kami: ‘suara daun kering yang terinjak, bagai kertas yang diremas
penuh emosi’. Kemudian yang perlu diperhatikan, pada tahapan awal penginderaan jangan
dulu memasukan perasaan dan imajinasi.
Melalui penginderaan,
penulis sebenarnya sedang mengumpulkan data, diolah kemudian dikoneksikan kedalam
tulisan. Hal yang perlu diperhatikan
dalam pengkoneksian data dengan tulisan ialah alur, karakter dan diksi. Untuk karakter,
seringkali penulis menggunakan alter ego
(tokohnya merupakan kepribadian penulis secara utuh) bahkan penulis-penulis besarpun
melakukan hal yang sama. Namun, jika gambaran karakter pribadi penulis sudah dipaparkan
semua dalam tulisan dan bingung untuk membuat karakter yang baru, maka kita
bisa merekayasa tokoh baru dengan karakter yang unik. Cara untuk membuat
karakter yang baru yakni dengan mengambil bagian gambaran beberapa orang yang berbeda
baik itu secara fisik maupun sifat, kemudian digabungkan dalam satu karakter
baru. sedangkan untuk diksi kita bisa menerapkan five sense plus one yang telah dijelaskan sebelumnya.
Terakhir, hambatan
utama seorang penulis menurut mas Tasaro hanya ada dua, buntu ide dan kritik. Bagi
yang buntu ide, solusinya adalah membaca buku, silaturrohim dan jalan-jalan,
dengan itu banyak informasi yang bisa kita dapat selain memperkaya wawasan dan
pengalaman juga. Kemudian kritik. Jadikan kritik sebagai nutrisi. Kritik merupakan
bagian dari proses dalam kepenulisan. Respon terhadap kritikan yang terbaik yaitu
dengan bersikap proactive not reactive.
Jawablah kritikan dengan aksi nyata, bukan dengan kembali menghujat kritikan. Saya
pikir penulis hebat adalah penulis yang mampu menerima kritikan dengan lapang
dada dan bijak, baik kritikan itu benar ataupun salah.
Semua ilmu
yang didapat melalui kuliah kepenulisan pada 9 Desember lalu, belum mampu saya
inderakan dan koneksikan dalam tulisan ini. Karena begitu banyak hal berharga
dan bermanfaat yang tidak dapat saya deskripsikan melalui kata. Namun, sedikit
yang saya sampaikan melalui tulisan ini semoga bisa ditularkan seperti multi level marketing dengan produk ilmu
kepenulisan. Jazakumulloh Khoiron Katsiron.
Mari belajar, berilmu dan beramal
melalui tulisan.
No comments:
Post a Comment