Mempunyai
‘partner hidup’ mungkin ada dalam target list kehidupan ikhwahfillah. Selain penyempurna sebagian agama, menikah
merupakan ladang amal untuk memanen pahalaNya, jika dikelola dengan baik.
Sebagai
mitsaqan ghalizha (perjanjian besar) yang Alloh istilahkan mengenai pernikahan,
partner hidup yang dipilih sejatinya memenuhi kriteria yang baik. Baik dalam
segi fisik, baik dalam segi akademik, baik dalam segi finansial dan masih
banyak baik – baik yang lainnya.
Alloh
tidak melarang hambaNya untuk menikahi seseorang yang cantik/ tampan, kaya dll.
Tidak sama sekali. Bahkan hal tersebut dianjurkan. Hal ini mengingat fitrah
seorang manusia yang sering kali menilai orang pertama kali melalui zhahirnya.
Alloh sangat mengerti ciptaanNya, Alloh sangat memahami sifat manusiawi
hambaNya, meskipun pada akhirnya yang paling dianjurkan adalah agamanya.
Jika
seseorang dinikahi karena sekuens kriteria partner hidup yang dia buat laiknya
manusia pada umumnya 1. Good looking, 2. Sholeh/ah, 3. Mapan dll, maka hal ini biasa
dan sangat wajar. Namun, banyak orang ingin menjadi ‘luar biasa!’ tapi sedikit
orang melakukan hal yang ‘luar biasa!’. Banyak diantara kita, siap bahkan
sangat siap menerima kelebihan calon partner hidupnya. Tapi, pernahkah kita
terpikir untuk menyiapkan diri menerima kekurangan dan kelemahannya? Atau
membuat sekuens kriteria partner hidup berdasarkan kekurangan dan kelemahannya,
sehingga kehadiran kita menjadi penyempurna dalam hidupnya?
Alhamdulillah,
dewasa ini masih ada teladan yang Alloh pentaskan untuk menjadi bahan renungan
kita semua. Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata seorang ikhwan yang
diceritakan oleh murobiah ana. Kisah seorang ikhwan yang menyiapkan diri untuk
kelemahan dan kekurangan partner hidupnya.
Sebut
saja Ukh Sarah. Mahasiswa jurusan kimia semester enam yang tengah berkuliah di
salah satu universitas di Indonesia ini, seringkali absen tidak masuk dalam
setiap mata kuliah. Bukan karena malas – malasan atau bolos kuliah untuk
mengejar target nongkrong di mall. Tapi, kondisi fisiknya tidak memungkinkan
untuk memaksakan diri dalam mengikuti setiap mata kuliah.
Meski
sering sakit – sakitan, bukan berarti penyakitan. Aktivitas Sarah di kampus begitu
padat, belum lagi amanah dakwah yang harus di embannya. Selain itu, Sarah harus
rajin mencari usaha di sela kesibukannya di kampus untuk memenuhi biaya kuliah.
Tidak
ada satupun yang menginginkan sakit saat amanah – amanah meminta untuk
dipenuhi. Hal ini menjadi perhatian Al – akh Hendra yang pada saat itu adalah
adik tingkat Sarah. Melihat kondisi Sarah, Hendra bertekad untuk menolong Sarah.
Bukan berusaha mencari dokter yang tepat untuk menyembuhkan Sarah dari
sakitnya. Akan tetapi Hendra memberanikan diri untuk menjadikan Sarah, kakak
tingkatnya sebagai pendamping hidup.
Mungkin
orang lain akan memberikan pilihan biasa untuk menolong Sarah. Tapi Hendra
memberikan pilihan ‘luar biasa!’ untuk menolongnya. Dengan segala kesederhanaan
dan keterbatasan, Hendra bukanlah ikhwan mapan atau punya harta sepetak sawah
dari orang tuanya. Tapi Hendra punya keyakinan untuk menolong Sarah, dengan
modal itulah Hendra mengorbankan kuliahnya untuk membiayai kuliah Sarah hingga
tuntas, sehingga Sarah tidak perlu lagi mencari pekerjaan untuk membiayai
kuliahnya.
Hendra
tidak bergantung pada orang tuanya, dengan tinggal di kontrakan sederhana, dan
Hendra berusaha untuk menjaga Sarah agar tidak terlalu capek dalam beraktivitas
agar kuliah Sarah tetap berjalan lancar. Setelah menikah, Sarah tidak lagi
sakit – sakitan seperti dulu, wajahnya selalu cerah ceria ketika memasuki
gerbang kampus. Tak ada lagi gurat sedih dan lelah di wajahnya. Kini Sarah
menapaki kehidupannya yang baru dengan semangat. Tak ada sedikitpun rasa sesal
di hati Hendra. Hanya ada perasaan bahagia yang membuncah setelah mengambil
keputusan itu.
Ana
pikir, ikhwahfillah yang membaca sepenggal kisah ini berpikiran bahwa meskipun
Sarah memiliki kelemahan – kelemahan seperti sakit dan kekurangan biaya kuliah
pasti Sarah adalah seorang akhwat yang cantik jelita, primadona kampus dsb
sehingga Hendra berani mengambil keputusan tersebut. Tapi ketahuilah
ikhwahfillah, keikhlasan Hendra untuk menolong Sarah dengan jalan yang
dihalalkan Alloh terlihat dari kenyataan bahwa Sarah adalah sosok akhwat yang
sederhana dikatakan kurang cantik tidak, dikatakan sangat cantik pula tidak.
Sarah memiliki rupa yang sederhana, namun semangatnya untuk menuntut ilmu tidak
diragukan.
Sikap
Hendra memang langka terjadi. Dan biasanya yang langka itulah yang banyak
dicari. Inilah sosok ikhwan yang menikahi akhwat bukan dari rupanya, bukan dari
fisiknya bukan pula dari hartanya, tapi dari kekurangannya. Dia berusaha
menyempurnakannya, melengkapi perangkat yang sebenarnya sudah sangat baik.
Dengan keikhlasan, kesempurnaan itu beriring menutupi kekurangan yang ada.
Karena sempurna itu, bahagia dalam kesyukuran. Wallohu Alam.
Semoga
bermanfaat ^^.
No comments:
Post a Comment