Sunday, December 16, 2012

Mata Kuliah Kepenulisan Fiksi

Bismillah

Belajar, berilmu, beramal merupakan siklus yang sejatinya dijalani manusia ketika ingin ditinggikan derajatnya oleh Alloh.  Tiga hal tersebut dibungkus oleh pengalaman. Setiap pengalaman yang dialami pasti memiliki makna tersendiri jika kita mampu memetik hikmah dari pengalaman tersebut. Salah satu pengalaman berharga yang saya dapatkan sehingga ketiga hal tadi mampu saya sempurnakan adalah bertatap muka langsung sembari berguru dengan seorang penulis Indonesia dengan karya-karyanya yang fenomenal, dialah mas Tasaro GK. Penulis yang telah menelurkan siroh nabawiyah dalam kemasan novel.
Kegiatan pembelajaran menulis itu merupakan salah satu dari rangkaian acara silaturrohim komunitas kepenulisan dengan nama TARAJE, suatu nama yang memiliki arti filosofis mendalam didukung pula oleh kelompok Antitesa. Acara intinya yakni pemaparan langsung mengenai tips menulis karya fiksi oleh mas Tasaro. Menurut beliau, tulisan fiksi dalam ranah visual adalah film. Penulis yang menulis karya fiksi harus mampu berakting menjadi orang lain ketika menggambarkan suatu tokoh dalam tulisan.
Penikmat film dapat merasakan langsung hal-hal yang dialami tokoh dalam film karena tergambar jelas, namun dalam tulisan tidak semua pembaca dapat memahami ataupun merasakan jelas sesuatu yang dialami tokoh dalam tulisan fiksi. Kondisi ini bergantung dengan cara penulis mendeskripsikan tulisannya sehingga pembaca seolah-olah merasakan segala sesuatu yang diceritakan dalam tulisan tersebut. Oleh karena itu, ketika menulis fiksi hal terpenting yang tidak boleh diabaikan seorang penulis yakni penginderaan. Karena kekuatan penginderaan dalam kepenulisan akan membawa pembacanya ke dunia rekaan penulis.
Indera yang telah kita ketahui secara pasti yakni penglihatan, pendengaran, pengecap, perasa dan pencium. Namun, dalam menulis fiksi ada satu tambahan indera lagi, yakni indera koneksi. Teori ini disebut five sense plus one. Dalam indera koneksi ini penulis sejatinya mampu menghubungkan segala sesuatunya kedalam tulisan.
Mas Tasaro meminta kami untuk memaksimalkan kelima indera untuk dituangkan dalam bentuk tulisan sebanyak-banyaknya dengan melakukan observasi di bukit daerah Jatinangor. Kemudian tahap selanjutnya menghubungkan atau mengkoneksi dengan menganalogikan segala sesuatu yang telah kami tulis dengan sesuatu yang terjamah, sering dan rutin dialami. Sebagai contoh indera pendengaran yang dicetuskan oleh sahabat kami: ‘suara daun kering yang terinjak, bagai kertas yang diremas penuh emosi’. Kemudian yang perlu diperhatikan, pada tahapan awal penginderaan jangan dulu memasukan perasaan dan imajinasi.
Melalui penginderaan, penulis sebenarnya sedang mengumpulkan data, diolah kemudian dikoneksikan kedalam tulisan.  Hal yang perlu diperhatikan dalam pengkoneksian data dengan tulisan ialah alur, karakter dan diksi. Untuk karakter, seringkali penulis menggunakan alter ego (tokohnya merupakan kepribadian penulis secara utuh) bahkan penulis-penulis besarpun melakukan hal yang sama. Namun, jika gambaran karakter pribadi penulis sudah dipaparkan semua dalam tulisan dan bingung untuk membuat karakter yang baru, maka kita bisa merekayasa tokoh baru dengan karakter yang unik. Cara untuk membuat karakter yang baru yakni dengan mengambil bagian gambaran beberapa orang yang berbeda baik itu secara fisik maupun sifat, kemudian digabungkan dalam satu karakter baru. sedangkan untuk diksi kita bisa menerapkan five sense plus one yang telah dijelaskan sebelumnya.
Terakhir, hambatan utama seorang penulis menurut mas Tasaro hanya ada dua, buntu ide dan kritik. Bagi yang buntu ide, solusinya adalah membaca buku, silaturrohim dan jalan-jalan, dengan itu banyak informasi yang bisa kita dapat selain memperkaya wawasan dan pengalaman juga. Kemudian kritik. Jadikan kritik sebagai nutrisi. Kritik merupakan bagian dari proses dalam kepenulisan. Respon terhadap kritikan yang terbaik yaitu dengan bersikap proactive not reactive. Jawablah kritikan dengan aksi nyata, bukan dengan kembali menghujat kritikan. Saya pikir penulis hebat adalah penulis yang mampu menerima kritikan dengan lapang dada dan bijak, baik kritikan itu benar ataupun salah.
Semua ilmu yang didapat melalui kuliah kepenulisan pada 9 Desember lalu, belum mampu saya inderakan dan koneksikan dalam tulisan ini. Karena begitu banyak hal berharga dan bermanfaat yang tidak dapat saya deskripsikan melalui kata. Namun, sedikit yang saya sampaikan melalui tulisan ini semoga bisa ditularkan seperti multi level marketing dengan produk ilmu kepenulisan. Jazakumulloh Khoiron Katsiron.
Mari belajar, berilmu dan beramal melalui tulisan.

No comments: